Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

Pangan Pasti Bicara

kue lumpur

kalau malam itu kamu diam,
kalau malam itu kamu tak tatap mata,
kalau malam itu kamu tak senyum,
kalau malam itu kamu tak ucap nama,
kamu tak perlu tahu kata-kata “andai kamu tahu”,
dariku.

biar ku datang, dan kau pandang.
biar ku pandang, dan kau bilang.
biar ku kata, dan kau dengar.
biar ku rasa, dan kau asah.
biar ku sapa, dan kau nyala.

biar tahu segala
kau adalah cinta.

dan biarkan kita jatuh bersama,
dengan kelambu sayapku,
atasi melangit jembatan,
atasi deras alir sungai berbatu,
tengahi lebat hutan beronak,

tahan,
ku tak ingin kecewamu,
kala kebiasaan harian
menculikmu
:membuat kue lumpur.


Yonathan Rahardjo/ malang-jakarta-tangerang-bogor, 1999-2007
Jurnal Nasional, Minggu, 13 April 2008

kue kering

mata yang menyala dari lubuk
kepala katakan getar
nadi nan pergi jauh dari
aroma
di mana nyala
di mana gerak
di mana naluri
akankah yang bicara
sekedar materi?
akankah terhubung
materi dengan hati?
meski tubuhku kering kini
syukurlah!
jiwaku tlah slalu menari


Yonathan Rahardjo/ warung jati-warung buncit, 2004-2007
Jurnal nasional, Minggu, 13 April 2008

kroket

ketika kuhitung jari kakiku,
ada kitek warna merah bekas tanah kuburan menempel ketat

susah, ia kubuang
ada bekas gurat tanah datar dan kulupakan pun sarat ingat

burung pun melempar mata ke jagung sebelah jari kaki
ia mencakar rumput pun koyak

rumput tetap tumbuh dalam hisapan udara kemilau mentari
buah kenari kuning bertengger di pundak penjual ayu

air yang kau buka pun jelangkan burung, tanah rumput, matahari harap, kehidupan, kebahagiaan,
di atas segala derita, tanah dan kematian.

terbanglah bersama burung sukses itu
air mu melesat secepat meteor
menjadi bintang sangat terang

aku terkesima atas kemilaunya
sedang milikku sendiri aku enggan
melepas genggaman.


Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2003-2007
Jurnal Nasional, Minggu, 13 April 2008

krecek rengginang

mari ciptakan mesin waktu
untuk kembali ke masa silam
atau percaya saja dengan sungguh
dan jangan ingkar

maka apa yang kau percayai
pasti akan terjadi

percaya datang dari penglihatan
tapi penglihatan belum tentu
penglihatan jatuh jadi
percaya

asal kau tahu,
aku, kau dan nasi
:kita satu eksistensi


Yonathan Rahardjo/ jakarta, 13 April 2003-2007
Jurnal nasional, Minggu, 13 April 2008

kopi pahit

per waktu
tak terlalu banyak
per pegas nan
tak terlalu bergerak
manakala kertas makin
berontak
asap mengepul
sembulkan onak
terbakar
membara
berasap
membumbung
menyamudera
melangit

kelam
kopi pahit
ada di sudut
hati dekil


Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2006
Jurnal Nasional, Minggu, 13 April 2008

kikil

manusia-manusia
menyiapkan cakar

cakar-cakar dalam
wujud-wujud gelar

manusia-manusia
membutuhkan diri

diri sendiri dicari-cari
meski ke mana-mana

:dibawai


Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2004-2007
Jurnal Nasional, Minggu, 13 April 2008

fried chicken

tahlilmu antarnya terbang,
mengapa tabrak awang-awang?
runtuhlah runtuh sayap
yang angkutnya ke nirwana.
berserak jadi fried chicken terpilih
menu sepanjang

:kerongkong.

menjamurlah di musim penghujan
lezatkan lidah-lidah menetes air liur
hangatkan kerongkongan beku
netralkan lambung dari asam membelit
jangan kau lukai perasaan orang kampung
dagingmu hanya dari ayam

: asing


Yonathan Rahardjo/ bogor-rawamangun, 2003
Buletin BINA DESA, Januari-Maret 2008

bagea

tiba kau di tanganku
lewati kau tujuh laut
melanglang untuk jumpa
melangit untuk tiba
mendarati permadani lembut
malabrak tanya tak sekedar larut

permadani bernampan langit
perkatakan pada satu wangsit
kami tinggalkan alamat sperti slilit
kami lakukan pengakuan
kami jumpaimu adalah suatu kemujuran
ketika pohon-pohon sagu pada tumbang
ketika lidah-lidah ragu pada terbang
ketika selera-selera baru pada menggarang

tanahmu tlah dikepung musuh
tanahmu tlah dirampok keluh
sedang selembar daun sagu pun jatuh
sedang sehelai sayang mulai luruh
masih ada yang tunjukkan riang
jauh-jauh dari negeri sagu
menciumku tanpa ragu
menegaskan tanya
memanggil masa kecil
menggemakan masa akbar
sungguhkah di tanahmu
kau tak lagi punya
:akar

Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2007
Buletin BINA DESA, Januari-Maret 2008

ARUMANIS

rasanya aku mengenal
busa gula merah muda
semengenal masa kecilku
yang menari kembali
dengan kedatangannya
di belantara manusia
yang tak polos lagi
yang kutanya apa plastik bening
sanggup membiarkanku
masuk kembali ke masa kecil
yang terus menari
di kepala
ia yang terikat pada tusuk bambu
apakah bukan
hanya sekedar memori
sedang anak kecil di kepala
masih saja menunjuk, memagnet,
dan melengketkan
diri
adakah busa gula merah muda
itu bukan
cintaku
dan aku sendiri

yonathan rahardjo/ jakarta-bojonegoro, 2007
Arus Kata, 27-7-2007

Asinan

mata pucuk menara menari
menyisihkan taoge, kol, wortel, sawi asin
pepaya, nanas dan bengkuang

puncak rumah sedekap diam
menghaluskan cabai merah,
terasi, ebi, gula pasir dan garam

atap tenda silang tangan
menanti masaknya mereka

sribu mata sembab
bunyi lirih dalam beku
kau pucat wajah
hingga mendidih

smua bilang

ceriamu berbagi cerah
menyusun taoge, kol, wortel, sawi asin,
pepaya, nanas, dan bengkuang
dalam mangkuk,

sukacitamu menyiram
dengan kuah dan
taburi kacang goreng .

dan
bahagiamu bersilaturahmi
menyajikan dengan kerupuk mi

: tetaplah baka

yonathan rahardjo/ bekasi-depok, 2004-2007

Arus Kata, 27-7-2007


SAJEN


bunga hidup merah muda

jingga, kuning

yang dikelilingi daun hijau muda

hijau tua bergandeng mesra

dalam belanga coklat dari

kayu tiada semata

teteskan rindu

yang menetes diiringi bunyi

hujan

:merintih hangat


aku di sampingmu menggoreskan

kain jilbab yang membalut hangat

tubuhnya

merindu air hujan itu hangat mengalir

dan mengalir lincah berlompatan

tiada sekedar jenaka

namun kan selalu riang

dalam harap

di atas genting

jauh

di balik awan


: datanglah hujan

tapi, jangan sering-sering


Yonathan Rahardjo/ kampung makassar, 2004
Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

Salat Bar


kami berjajar merapat diri bukan untuk jadi sarden

kami serentak seragamkan gerak tangan dan kaki untuk menyembah Khalik


kami berjajar merapat diri bukan untuk jadi sarden

kami serantak seragamkan nasib bersolek manis


menghias bibir basah tersenyum kemayu

merayu selera segar untuk menyembah Khalik

melayani manusia menyantap kita diiring melodi mengalun

dalam remang lampu ruang

dalam tatap mata mesra

dalam senyum beradu jentik jari


membisikkan cinta

membilang ayo tambah lagi

semua untuk kita


Yonathan Rahardjo/jakarta, 2007
Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

rujak uleg


reruntuhan bangunan

berserak di setiap

lahan berdarah

mata berlinang air mata

sudah tidak tampak kini

mereka telah menyembunyikan

duka tak terperi

hari telah menyapu serakan

luka dan darah

namun luka itu tidak bakalan

sembuh dalam sehari

tuntunan kemanusiaan sangatlah dinanti

sungguh wajah-wajah luka

menunggu jiwa manusia

mengobati luka

bermakna

ini


Yonathan Rahardjo/ tebet, 2003
Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

RUJAK BEBEG

bukan karenamu ia jatuhkan buah ranum daun basah

bukan polahmu umbi batang ini bergoyang keras

aku hanya rasakan aliran darah manusia menatap

dalam tiap pori tempat mengintipnya


kau ada di situ aku tahu

aku kau awasi aku tahu


mata hatimu telah buta


kendati kulihat diriku

kau hanya melihat bayangmu

kau puaskan hasratmu hanya untuk dirimu


menangislah..

aku bisa rasakan

air matamu penuh

air mata bangga sepenuh

kau mau korban diri

jadi


:syuhada


Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2003-2007
Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

Roti Selai


ku tak tega kau terdatang bulan


ku tak ingin kau gigit

sudut

bibirmu

nan basah


keluar

:darah


Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2003
Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

ROTI PERJAMUAN


dipecah sekuat tenaga

tetap kukuh lawan angkuh


usir pergi pengutuk umat!


aku di sini tuk dihancur

cukup dengan rendah hati

dan lemah lembut


ini roti perjanjian

kan jadi milik

dan slamatkan hidup

hanya bila mau

tersungkur


penghancur kan slalu kalah

bila dilawan dengan

cucur jiwa

penuh cinta


mengapa ragu?

hanya satu kau butuh


: tabur!


di hati sendiri.


Yonathan Rahardjo/ pancoran, 2004
Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

Roti Keju

kilat

an lampu kita

tak lagi menerangi kertas baca

an di ruang kosong berkursi di

mana kita datang dan pergi

ramaikan telinga-telinga

tak ramaikan rongga dada

bo

cor

hanya karna di depan ada

lah monster yang bacakan

kopian pada ilmu dewa

nya.

ia katakan pada telinga calon dewa

yang terbata-

bata

ketika menghadapi

suatu ironi, langkah selalu berbenturan

antara teori dan

fakta

langkah selalu berhadap-hadapan

antara modal

dan niat berbagi.

kau katakan akan memberi sorga bagi kami

saat yang sama kau rampas sorga kami

meski, janji-

janjimu selalu kau dengungkan.

bisakah kau tambal jantung kami yang telah bocor

dengan kata-

katamu sendiri yang

lupa jati diri.


Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2006
Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

sambal terasi

tuhan katakan padanya ia di sana adalah kata kata

bercarik ujung jari

tuhan katakan di sana ada adalah nuansa terasi aroma

cinta

tuhan katakan di sana ada burung berflamboyan

menengguk air arus atas berpajang sendu

tuhan ajak saja aku ke sana menatapnya. kutak tahu apa

ia.


Yonathan Rahardjo/ depok-ragunan, 2002-2007
Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

ROTI BUAYA

aku juga sayang kamu

mengapa kamu pusatkan pada diri sendiri?


setelah energi demi energi kau curah saling menyayangi

antara kau dan aku

kok akhirnya kau hanya beri aku buaya


jangan keliru

ia lambang kita punya cinta setia


Yonathan Rahardjo/ bogor-jakarta, 2004-2007

Apresiasi Sastra 28 Maret 2008

ROTI BAKAR

dian tak kan pergi bila ia dapat kuraba.

ia tak kan pulang bila tak kutinggalkan.

kebutuhanku adalah merasakan dian itu ada

dan tampak ada yang berubah

dari rona wajahnya.


Yonathan Rahardjo/ depok, 2003

Apresiasi Sastra 29 Maret 2008

kacang bali

walau kami seolah terdiam,
dan bisu di mata kalian.
angin masih berbisik,
kami masih cuma terbisik,
tapi tetap menari,
dan membisu dalam tari.

kita kan menari!
kita kan menari!
tak ada beban dan kejahatan yang bisa menahan kaki hati kita untuk selalu menari.
esok masih milik kita,
hari ini masih punya kita,
kemarin masih hak kita,
meski dengan tarian itu semua menjadi milik bersama. bersemilah,
bersemilah,
bersemilah!

tarian hati
dengan darah
:membutir bulat
kidung sembah

Yonathan Rahardjo/ depok-jakarta, 2003-2007
Batam Pos, 17 Februari 2008

kembang goyang

bergetar yang patut
bergerak yang akan
bergerak yang mesti
berirama mengikuti
irama-irama hati
ada sesuatu yang dicari
akankah tumpah
hanya karna
satu telikung mata
jatuh ke dada
jatuh ke perut
jatuh ke kelamin
pergerakan jadi sia
pergulatan jadi lepas
persemaian menumpu
menjerit dan mendelik
dan terkapar
tidur dalam puas
ada yang lepas
ada yang bebas
dalam sejurus nyali
ada pula yang kandas
tinggal pilih butuh apa
:tidur atau nyala

Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2004
Batam Pos, 17 Februari 2008

jus buah

tumpah air merah
tertumpah dari buah jantungku
tumpah menggenangi
tanah tumpah darahku

tertumpahlah
darah merahku

kau kata
darah siapa yang lebih merah?
darah siapa lebih tertumpah?

ngomong enak saja!
belum kau rasakan kulit terluka
belum kau rasakan
sirnanya
nyawa

belajar dari hal sama

kami tetap suka
meski ditumpah
diperas
diputar
dan dilumat

kami tetap suka

agar kau menjadi segar
agar kau menjelma sentosa

Yonathan Rahardjo/ jakarta, 2005-2007
Batam Pos, 17 Februari 2008

kacang campur

kacang garam
kacang kuning
kacang hijau
kacang tak kulit
kacang tepung
meregu kuning
udang kuning
meregu merah
udang merah
cabe
garam
gula
perisa
minyak sawit
dalam satu plastik kemas

memangnya bangsaku tidak bisa
bikin?
kalau bisa,
mengapa harus impor dari
negeri tetangga?

dasar pemalas!

Yonathan Rahardjo/ cimanggis, 2007
Batam Pos, 17 Februari 2008

kerak telor

semua masa laluku telah mengerak
semua perbuatanku telah berbuahkan teriak
api gemeretak menjilat-jilat
ku tak mampu lagi sekedar kata apalagi teriak

bahkan digoyang pun aku diam
bahkan dibalik pun aku lekat
pada seluruh alat penghukuman
tanpa mampu melawan

hanya kepasrahan yang hiburkan
ia tak akan diam

dalam sekejap pun
aku akan dipulihkan
dan terhidang
dalam persembahan terbaik
dari semua yang kupunya
dari semua yang kumiliki
tak ada kata tidak kini
milikku hanyalah untuknya

sesungguhnya aku ini miliknya
hanya ia yang mampu
lepaskanku
dari kerak neraka panas ini

Yonathan Rahardjo/ ragunan, 2007
Batam Pos, 17 Februari 2008

siomay

Sini sini sini
langkah menjauhmu hanya berbuah lapar
nikmati hidangan tersedia ini
di pinggir perjalanan kau kan rasakan
ufuk masih jauh nak
ufuk juga sudah jauh
tubuhmu masih di terik siang
pemilik hari masih membakar ubun-ubun
boleh kau singgah di pemberhentian payung hitam
tapi tetap nikmati yang dihidang nak
tepung daging pare daun kol tahu telur dan wortel cacah
kacang tanah selalu serta
jangan kau ragukan tenggorokan kan terbakar nak
di antara jelaga saluran pencernaan masih ada air pembasuh segar nak
siomaymu hanya penjaga raga nak
ia masih punya teman banyak
jalanmu hanya penjaga konstanta nak
ia pun punya skala skala


Yonathan Rahardjo/ depok 24603
Antologi Puisi Bisikan Kata Teriakan Kota, Dewan Kesenian Jakarta 2003

arsik ikan mas

pada huruf yang terpelanting dari

sisik-sisik terkelupas

suatu masa tak pernah terselami oleh hati berlidah

digurih kemiri-kah?

dibakar cabe, kemiri, bawang merah-putih-kah - dibasah kunyit, bawang lokio, biji

andaliman-kah - dihasrat rindu dan cinta-kah?

didorong tanpa henti tak pernah kembali

mencari nas

jaman emas

sampai nyawa menjauh

sesingkat nasib

ikan mas

ya dipercik jahe jeruk nipis ya digaram nan tertolak samuderai sungai

agar sanggup memaknai entah sampai kapan agar hati punya nyali

kepala terus mendenting tali



Yonathan Rahardjo/ depok-bojonegoro, 2006-2007

Jurnal Nasional Minggu II/ April 2007

apem

mari kembali mengikuti pesta masa kecil

apem-apem

dihidang hangat

putih tepung menggelembung

berpantat coklat gosong cantik tepat

merambat uap memijat lidah mencecap dan mengucap

aku ingin lagi

apem

ini

membuka hati terang terang terang

kita ini negeri siang bergenerasi mabuk cemerlang

tak rasakan hari telah malam bergenerasi mabuk cemerlang

tak rasakan hari telah malam bergenerasi ditipu pembawa seram

bergunung terigu kita impor - bergunung tepung gandum kita gelontor - bergunung beras kita ketanggor - bergunung ubi dan singkong kita terpopor

menu sehari-harilah yang bau impor

dikebirilah rakyat untuk membayar

beranak wajah-wajah resahlah wabah sejarah

sedang tanah sendiri menolak bunting dan beranak

gandum yang membelantara

mendominasi jajanan dan makanan yang ada

sedang lidah tlah mendewasa menua telanjur amat mencinta mereka si penyingkir

ubi, singkong dan beras

tanah sendiri

nyawa kedaulatan pangan atas diri sendiri

sebenarnya, apa yang tlah terjadi?

pesta apem

dari tepung beras

terlezat

masa kecil

ingatkan tanya apa yang sebenarnya terjadi?



Yonathan Rahardjo/ jakarta-bojonegoro, 2007
Jurnal Nasional Minggu II/April 2007

gado-gado

mari merajut hari nak..

daun singkong daun pepaya buah pare

kacang tanah bawang putih cabe merah cabe hijau

menyusuri lembut dini Nak

buka mata lihat cuaca Nak

di tapak tangan piring menganga Nak

tadahkan panorama persahabatan dengan rindu terdera

mari buka hati menatap hari nak

Malammu telah lalu berlumur lumpur kasuwargan

mandikan dengan hujan kristal gado-gado nak

harimu tak jauh dari situ dan pengulangan itu

hari sunyi dalam hiruk

cipta pikuk dalam sendiri



Yonathan Rahardjo/ depok 24603

Bina Desa Oktober-Desember 2006

pecel lele

bersemailah dalam altar luas ini kawan

bunga-bunga liar memang bisa memagut tunas kakimu yang lembut

air ceramah coklat dari sawah boleh jadi temannya

berlumur air bau tanah pun biasa

tapak kaki melintasi altar ini membawa listrik listrik sendiri dalam

isyarat

hari kawan

tak perlu menahan

hanya pejamkan kedua kelopak matamu

itu cukup

dalam terang sekitar hanya kembali ke gelap yang lebih luas di dalam

kau kan

rasakan

undangan letih sebatas percengkeramaan hari

pesta lele sekedar mengisi hari

pecel pelumurnya sekadar bunga kehidupan

hasrat tertumpah dalam pedas panas gurih renyah berwangi daun

kemangi dan

segar mentimun

cuma sepenggal penghampiran



Yonathan Rahardjo/ depok, 2003

Antologi Puisi Bisikan Kata Teriakan Kota, Dewan Kesenian Jakarta 2003

batagor

punyakah kamu teman peranakan Batak dan Bogor

kukira dialah empunya dunia ini

dulu kulumuri kakiku dengan debu antara pucuk gunung dengan lembah datar tanah pantai

sengatan siang membakar lidahku menarik asam perutku berseteru dengan alam

hanya semilir hawa lapangan tengah kota ditemani rindang pohon yang memberiku isyarat hari tetap ramah

perhentian menjadi tetap terarah ketika datang menghampiri penatku sejumlah teka-teki

apakah ia yang punya pusat-pusat peradaban?

mungkin ya walau hanya berbalut kesederhanaan penampilan

ditarik sepeda tua wujudnya tetap merangsang

penggorengan menawarkan penampilannya elok di mata

apakah karna ku tak pernah mengenal dia sehingga ku jatuh cinta

jawabnya ternyata memang iya karena begitu ku tiba di ibukota yang namanya

bakso tahu goreng adalah jajanan biasa sangat biasa yang tersedia di setiap

ujung jalan ku lewat entah ke berapa kali hingga pagi ini

ternyata cintaku menghantarku lebih mengenal dia apa adanya

batagor tak sekedar penguasa dunia

tapi ia maharaja fakta



Yonathan Rahardjo/ Depok 24603

Bina Desa Oktober-Desember 2006

bukan serabi Bandung

terus terang aku heran waktu pertama kali ada serabi jadi komoditi mengembang

dikerumuni konsumen konsumen berselera kapal terbang

serabi nangka serabi keju serabi pisang serabi coklat serabi kismis serabi

kelapa seraba apa serabi apa serabi apa serabi apa

mobil mobil jadi penjaga setia mereka manakala duduk menghadap meja penuh beraneka warna serabi

nyonya seksi tuan jumawa melahap bertumpuk serabi berkelas

komat-kamit mulut gigi mengunyahnya jadi sahabat bunyi kecipak lidah ludah dan sendawa bir

dunia jadi miliknya

meski dunia serabi tetap bisa jadi simbol gengsi

dimodali pemilik pesawat terbang yang sudah kenyang spageti

perguratan jalan jadi saksi si pemilik daya cipta serabi yang semula masih

terseok tertatih terpuruk kerikil jalan desa terpencil

ia nenek tua yang duduk bersimpuh di pojok gang kumuh

serabinya cuma satu jenis

serabi berlumur santan kelapa

pagi datang ia membeber peralatan yang digendong dengan kain tua

pembeli datang serabi habis ia pun pulang

hari panjang masih lengang

harapanku hatinya tetap lapang

ia memang jualan serabi bukan untuk dimakan sendiri

tapi menghidangkan serabi buat siapa saja yang sedia beli

kalau pun nggak ada penikmatnya

ia tetap bikin serabi

walau merek serabinya masih serabi desa tua bukan serabi Bandung yang maju nan bergengsi

masih ada tetangga sesama nasib yang mau mencicipi



Yonathan Rahardjo/ depok 24603

Jurnal Nasional Minggu 12-11-2006

Puisi-puisi Pangan Pasti Bicara